Tuesday, November 24, 2009


Huraikan asas-asas akidah dan peranannya dalam kehidupan masa kini.
Pendahuluan
Naluri setiap insan memerlukan sesuatu pegangan yang benar dan betul sebagai panduan hidup mereka. Untuk itu jiwa dan hati akan merasa tenang dan yakin dengan diri sendiri dan pegagangnya. Hanya akidah Islam dapat menepati ciri ini kerana ia adalah dari Allah. Inilah asas serta akar tunjang yang menguatkan dan mengukuhkan serta meyakinkan hati setiap penganutnya kerana telah bersebati di dalam jiwa. Atas dasar aqidah yang kukuh inilah ikatan itu tindakan mudah diurai sebagaimana ikatan atau simpulan yang bersifat jasmani atau zahiri. Firman Allah dalam surah al-Hujurat ayat 15:
“(15. Sesungguhnya orang-orang yang sebenar-benarnya beriman hanyalah orang-orang yang percaya kepada Allah dan RasulNya, kemudian mereka (terus percaya dengan) tidak ragu-ragu lagi, serta mereka berjuang dengan harta benda dan jiwa mereka pada jalan Allah; mereka itulah orang-orang yang benar (pengakuan imannya).”
Definisi
Dari segi bahasa bermaksud simpul atau ikat. Dari segi istilah Ibn Taimiyah mentakrifkan iaitu perkara yang dibenarkan oleh jiwa, hati dan tanpa keraguan. Akidah merupakan dasar penting dalam Islam. Baik atau buruk natijah hidup seseorang di sisi Allah adalah bergantung kepada akidah yang dianutinya. Seluruh aktiviti kehidupan yang lahir dari diri seseorang yang berpegang dengan akidah yang benar akan dapat mencerminkan nilai akidah yang dipegangnya. Takrif akidah adalah ikatan atau simpulan (ia berasal dari perkataan bahasa Arab dari pecahan perkataan ‘aqada’). Akidah juga digunakan pada sesuatu yang berbentuk maknawi, seperti perjanjian atau sebagainya. Dari ikatan atau simpulan maknawi ini lahir perkataan “akidah” iaitu ikatan atau simpulan maknawi yang terkhusus dalam kepercayaan (Muhd.Sulaiman Hj. Yasin:1981).
Maksudnya, akidah adalah boleh difahamkan sebagai kepercayaan yang terikat erat dan tersimpul kuat dalam jiwa sehingga tidak mungkin akan tercerai atau terurai oleh apa cara sekalipun. Jadi, akidah Islam merupakan kepercayaan atau keimanan kepada hakikat-hakikat dan nilai-nilai mutlak, tetap dan kukuh, pasti dan hakiki lagi kudus dan suci seperti yang diwajibkan oleh Islam, kepercayaan ini berbentuk pegangan yang amat kukuh lagi utuh dalam jiwa sehingga tidak mungkin terlepas atau terputus dari pemegangnya. Allah SWT berfirman,
      ••                     
“256. tidak ada paksaan Dalam ugama (Islam), kerana sesungguhnya telah nyata kebenaran (Islam) dari kesesatan (kufur). oleh itu, sesiapa yang tidak percayakan Taghut, dan ia pula beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada simpulan (tali ugama) yang teguh yang tidak akan putus dan (ingatlah), Allah Maha mendengar, lagi Maha mengetahui.” ( Al-Baqarah: 256).
Dalam Islam, iman tidak boleh tertegak berdasarkan keraguan atau dipengaruhi oleh prasangka, kerana ia ditetapkan dengan positif oleh Al-Quran dan dijelaskan oleh hadis Rasulullah SAW, juga adanya kesedaran dan kekuatan kaum muslimin yang tidak pernah berubah sejak dari penyebaran Islam yang pertama dimasa Rasulullah SAW hingga kehari ini. Allah SWT berfirman:
                              
“(285. Rasulullah telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, dan juga orang-orang yang beriman; semuanya beriman kepada Allah, dan Malaikat-malaikatNya, dan Kitab-kitabNya, dan Rasul-rasulNya. (Mereka berkata): "Kami tidak membezakan antara seorang dengan yang lain Rasul-rasulnya" mereka berkata lagi: kami dengar dan kami taat (kami pohonkan) keampunanMu wahai Tuhan kami, dan kepadamu jualah tempat kembali)". (Al-Baqarah:285).
Muhamad bin Abdul Wahab dalam kitabnya syarah Kitab al-Tauhid mendefinikan akidah sebagai perkara yang berhubung dangan kepercayaan atau perkara yang berkaitan dengan keyakinan yang berpusat di hati. Dengan keyakinan, seseorang itu tidak merasa bimbang. Bersih dan murni daripada was-was, syak dan wasangka. Itulah yang dimaksudkan dengan akidah iaitu keyakinan yang kuat dan teguh yang perlu dihayati dalam segenap aspek kehidupan, sebagai ibadat kepada yang diyakini. Maka tidak lain dan tidak bukan keyakinan kepada rukun iman, yang iaitu keimanan kepada Allah, malaikat, kitab, rasul, hari akhirat, qadha dan qadar-Nya.

Asas-asas Akidah Islam
Beriman kepada Allah
Beriman kepada Allah iaitu keyakinan yang sesungguhnya bahwa Allah adalah wahid (satu), ahad (esa), fard (sendiri), shamad (tempat bergantung), tidak mengambil shahibah (teman wanita atau isteri) juga tidak memiliki walad (seorang anak). Dia adalah pencipta dan pemilik segala sesuatu, tidak ada sekutu dalam kerajaan-Nya.Dialah al-Khaliq (yang menciptakan), ar-Raziq (Pemberi rezeki), al-Mu’thi(Pemberi anugerah), al-Mani’ (Yang Menahan pemberian), al-Muhyi (Yang Menghidupkan), al-Mumit (Yang Mematikan) dan yang mengatur segala urusan makhluknya. Dialah yang berhak disembah, bukan yang lain, dengan segala macam ibadah, seperti khudhu’ (tunduk), khusyu, khasyyah (takut), nabah (taubat), qashd (niat), thalab(memohon), doa, menyembelih, nadzar dan sebagainya.
Termasuk beriman kepada Allah adalah beriman dengan segala apa yang Dia nyatakan dalam kitab suciNya atau apa yang diceritakan oleh Rasul-Nya, tentang Asma dan sifat-sifat-Nya dan bahwasanya Dia tidak sama dengan Makhluk-Nya, dan bagi-Nya kesempurnaan mutlak dalam semua hal tersebut, dengan menetapkan tanpa tamtsil (menyerupakan) dan dengan menyucikannya tanpa ta’thil (menghilangkan maknanya) sebagaimana Dia menceritakan tentang diri-Nya dengan firman-Nya dalam surah Al-An’ Am ayat 102 dan 103.
                              
“(102. yang demikian (sifat-sifatNya dan kekuasaanNya) ialah Allah Tuhan kamu, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, yang menciptakan tiap-tiap sesuatu, maka beribadatlah kamu kepadaNya. dan (ingatlah) Dia lah yang mentadbirkan segala-galanya.
103. ia tidak dapat dilihat dan diliputi oleh penglihatan mata, sedang ia dapat melihat (dan mengetahui hakikat) segala penglihatan (mata), dan Dialah yang Maha Halus (melayan hamba-hambaNya dengan belas kasihan), lagi Maha mendalam pengetahuanNya.)”
Beriman kepada Malaikat
Iman kepada malaikat adalah rukun iman yang kedua. Maksudnya yaitu meyakini secara pasti bahwa Allah mempunyai para malaikat yang diciptakan dan nur, tidak pernah mendurhakai apa yang Allah perintahkan kepada mereka dan mengerjakan setiap yang Allah titahkan kepada mereka. Dalil-dalil yang mewajibkan beriman kepada malaikat: Firman Allah dalam surat al-Baqarah, “Rasul telah beriman kepada al-Qur’an yang diturunkan kepadanya dan Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya dan rasul-rasulNya...” (Al-Baqarah: 285).
Allah menjadikan iman sebagai akidah seorang mukmin. Firman Allah pada ayat lainnya, “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebaktian, akan tetapi sesungguhnya kebaktian itu adalah beriman kepada Allah, Hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab- kitab, dan nabi-nabi...” (Al-Baqarah: 177). Allah mewajibkan percaya kepada hal-hal tersebut di atas dan mengafirkan orang-orang yang mengingkarinya. Allah berfirman, dan barangsiapa kafir kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, rasul-rasulNya, dan Hari Kemudian, maka Sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.” (An-Nisa’: 136).
Sabda Rasulullah ketika menjawab pertanyaan Jibril tentang iman, “Iaitu engkau beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, dan Hari Akhir, dan engkau beriman kepada takdir, yang baik mahu pun yang buruk.” (HR. Muslim, 1/37 dan al-Bukhari, 1/19-20). Rasulullah menjadikan iman itu adalah dengan mempercayai semua yang disebut tadi. Sedangkan iman kepada malaikat adalah sebagian dari iman tersebut. Keberadaan malaikat ditetapkan berdasarkan dalil-dalil yang pasti (qath‘iy), sehingga mengingkarinya adalah kufur berdasarkan ijma’ umat Islam, karena ingkar kepada mereka bererti menyalahi kebenaran al-Quran dan as-Sunnah.
Beriman kepada Kitab-kitab Allah
Orang Muslim beriman kepada semua Kitab yang pernah diturunkan Allah Ta'ala, dan semua Shuhuf yang diberikan Allah Ta'ala kepada sebagian rasul-Nya. Serta bahwa itu semua adalah firman-Nya yang diwahyukan kepada rasul-rasul-Nya agar mereka menyampaikan Syari'at dan agama dari-Nya. Kitab terbesar ialah empat kitab: Al-Qur'an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw., Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa a.s., Zabur yang diturunkan kepada Nabi Daud a.s., dan Injil yang diturunkan kepada hamba Allah dan Rasul-Nya, Isa 'Alaihis Salam. Al-Qur'an adalah kitab teragung di antara keempat kitab tersebut, pengendali kitab-kitab tersebut, dan penghapus semua Syariat dan hukum-hukum kitab-kitab sebelumnya.
Beriman kepada rasul-rasul
Beriman kepada para Rasul merupakan salah satu rukun iman yang kesemuanya ada enam. Maksud beriman kepada Rasul adalah mengimani bahwa Allah SWT mengutus rasul-rasul kepada setiap umat mulai dari Adam as sampai Muhammad SAW. Di dalam terjemah Alquran tertulis : Wa in min ummatin illaa kholaa tiihaa rasuul. Artinya tidaklah berlaku suatu umat kecuali ada pada mereka itu rasul. Iman kepada rasul ini juga bermakna bahwa kita mengimani para rasul adalah utusan resmi yang ditunjuk Allah SWT untuk menyampaikan ajaran agama (ad din) kepada manusia di zamannya. Khusus untuk Muhammad SAW, agama yang dibawa beliau berlaku sampai hari kiamat. Benar tugas utama Nabi SAW adalah menyampaikan risalah agama Islam. Namun apa yang diyakini berasal dari Nabi SAW harus dipercaya tanpa ragu sedikitpun juga, walaupun apa yang dari beliau bukan perkara peribadatan (langsung atau tidak langsung). Inilah iman yang benar kepada rasul.
Beriman kepada Hari Qiamat
Di antara perkara pokok yang mesti diimani oleh setiap orang Islam ialah mempercayai adanya hari qiamat dan perkara-perkara yang berhubung dengannya seperti hisab, laluan sirat dan lainnya. Qiamat memberi erti suatu alam baru yang diwujudkan setelah berlakunya kehancuran seluruh alam. Allah S.W.T. berfirman dalam Surah Ibrahim Ayat 48 yang bermaksud: "Ingatlah! Hari bumi akan digantikan dengan yang lain. Demikian juga langit dan manusia semua keluar dari kubur masing-masing berhimpun mengadap Allah yang Maha Perkasa." Walaupun masa berlaku qiamat itu tidak diketahui oleh sesiapa, tetapi tanda-tanda berlakunya qiamat itu sangat jelas, sebagaimana yang disebutkan di dalam al-Quran dan al-Hadith. Begitu juga mengikut kajian ahli-ahli astronomi, kerana tiap-tiap sesuatu yang ada di alam ini akan mengalami kebinasaan, sebagaimana apa yang telah berlaku kepada manusia, binatang dan lain-lainnya.
Firman Allah dari Surah Al-Qasas ayat 88 yang bermaksud: "Tiap-tiap sesuatu akan binasa melainkan zat Allah. Hak kekuasaannya jua memutuskan segala hukum dan kepadanyalah kamu semua dikembalikan." Malah, segala macam bencana yang berlaku di dalam dunia ini seperti ribut taufan, banjir besar, gempa bumi dan sebagainya mendekatkan lagi kepercayaan bahawa qiamat itu pasti berlaku.
Beriman kepada Qada dan Qadar
Dari segi bahasa qadar membawa erti sebagai ukuran, ketentuan dan ketetapan. Al-Quran menjelaskan qadar merupakan sejumlah undang-undang, peraturan yang mengawal kehidupan manusia. Diriwayatkan bahwa suatu hari Rasulullah SAW didatangi oleh seorang laki-laki yang berpakaian serba putih, rambutnya sangat hitam. Lelaki itu bertanya tentang Islam, Iman dan Ihsan. Tentang keimanan Rasulullah menjawab yang artinya: Hendaklah engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasulnya, hari akhir dan beriman pula kepada qadar(takdir) yang baik ataupun yang buruk. Lelaki tersebut berkata” Tuan benar”. (H.R. Muslim).
Lelaki itu adalah Malaikat Jibril yang sengaja datang untuk memberikan pelajaran agama kepada umat Nabi Muhammad SAW. Jawaban Rasulullah yang dibenarkan oleh Malaikat Jibril itu berisi rukun iman. Salah satunya dari rukun iman itu adalah iman kepada qadha dan qadar. Dengan demikian , bahwa mempercayai qadha dan qadar itu merupakan hati kita. Kita harus yakin dengan sepenuh hati bahwa segala sesuatu yang terjadi pada diri kita, baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan adalah atas kehendak Allah. Sebagai orang beriman, kita harus rela menerima segala ketentuan Allah atas diri kita. Di dalam sebuah hadits qudsi Allah berfirman yang artinya: ” Siapa yang tidak ridha dengan qadha-Ku dan qadar-Ku dan tidak sabar terhadap bencana-Ku yang aku timpakan atasnya, maka hendaklah mencari Tuhan selain Aku. (H.R.Tabrani).
Peranan Akidah dalam kehidupan manusia masa kini
Akidah mempunyai peranan yang besar didalam hidup muslim kerana untuk mendapat keredhaan dari Allah SWT, sebagai jaminan keberkatan di dunia dan bekalan di hari kiamat, mereka mesti menjadikan seluruh pemikiran yang akan digunakan untuk menyelesaikan permasaalahan yang mereka hadapi dalam hidup berasal dari akidah Islam. Ini bermakna mereka mesti menjadikan Islam sebagai cara hidup.
Sebelum Islam dapat dijelmakan sebagai sebuah cara hidup, kaum muslimin tidak boleh tidak mesti menjadikan akidah Islam sebagai cara berfikir (Qaedah fikriyah) mereka terlebih dahulu. Iaitu takala mereka menjalani kehidupan yang penuh dengan permasaalahan ini mereka mesti sentiasa mempunyai kesedaran bahawa; untuk memperolehi keredhaan Allah SWT, mereka tiada pilihan lain kecuali menyelesaikannya dengan hukum yang menepati perintah-perintah dan larangan-larangan Allah SWT yang termaktub di dalam al-Quran dan as-Sunnah.
Dengan ini mereka akan terdorong untuk mempelajari hukum-hukum tersebut, mengenalpastinya dan mendalami method bagaimana hukum-hukum ini dapat digali dari sumbernya, dan seterusnya mengamalkannya di dalam kehidupan mereka. Tidak sehingga perkara ini berlaku, selagi itulah umat Islam tidak akan mampu untuk berfikir dengan pemikiran mereka untuk mencari, mengeluarkan dan mengamalkan peraturan-peraturan yang akan menyelesaikan masaalah kehidupan mereka untuk menghantar mereka kepada matlamat kehidupan yang ditunjukkan oleh akidah mereka, iaitu keredhaan Allah SWT.
Menurut Mufti Negeri Perak lagi, pengaruh hedoisme, merupakan masalah utama yang melanda remaja masa kini. Demikian bilangan mereka yang didapati terlibat dalam penyalahgunaan dadah dan tidak kurang pula mereka yang asyik memuja artis idola mereka. Manakala di kalangan awal remaja menamakan diri mereka kumpulan anak-anak nakal yang mengamalkan kehidupan seks secara bebas dan terbuka.
Tidak kurang hebatnya di antara kumpulan remaja ini pula ada yang menyertai kumpulan metal dan memuja syaitan. Manakala di sebalik itu, di kalangan umat Islam yang terjebak dengan pengaruh ajaran Islam Liberal dan mahu Al-Quran tafsir semula. Begitu pula dengan kewujudan IRC satu masa dahulu, walau pun kini ditangguhkan penubuhannya, ianya adalah satu masalah yang menghimpit akidah umat Islam apabila hak umat Islam mahu di sama ratakan dengan agama-agama lain. Apabila cadangan ini mendapat sokongan dari Ahli Parlimen Melayu dalam negara ini, ini bererti pengaruh ini sudah cukup kuat dan perlu kepada penyelesaian.
Masalah sekularisme dari dahulu sampai kini belum pun ada jalan penyelesaiannya. Ianya menghinggapi umat Melayu apabila mereka tidak percaya agama Islam dapat mentadbirpan mereka. Begitu pula kepada mereka yang terasa kosong dalam kehidupan beragama memilih jalan singkat dan ramai yang terpedaya dengan jalan mudah hingga terjebak dengan ajaran sesat seperti Ayah Pin. Paling mutakhir dan amat menyedihkan golongan agama sendiri terjebak dalam khilafiah, yang mana ancaman baru sehingga menimbulkan perpecahan di kalangan umat Islam. Justeru itu Mufti Negeri Perak mengingatkan setiap anggota Jabatan Mufti supaya memperlengkapkan diri dengan ilmu dan ketahanan sewajarnya bagi menangkis semua masalah yang dihadapi ini.
Kepentingan Menjaga Akidah
Masyarakat Islam yang cemerlang ialah masyarakat yang mengamalkan cara dan amalan hidup selari dengan pengertian akidah sebenar di mana segala urusannya akan tetap berlandaskan pengabdian diri kepada Allah s.w.t. sahaja walaupun dihambat arus pemodenan. Sebagaimana yang telah digariskan oleh Allah s.w.t. dalam al-Quran yang bermaksud : Katakanlah: “Sesungguhnya sembahyangku dan ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah Tuhan yang memelihara dan mentadbirkan sekalian alam. “Tiada sekutu bagi-Nya, dan dengan yang demikian sahaja aku diperintahkan, dan aku (di antara seluruh umatku) adalah orang Islam yang awal pertama (yang berserah diri kepada Allah dan mematuhi perintah-Nya)”. (Surah Al-An‘aam:162-163)
Islam merupakan satu-satunya agama yang berteraskan kepada akidah atau keyakinan yang luhur kepada Allah s.w.t. yang Maha Esa, kepada malaikat, para rasul, kitab-kitab, adanya hari kiamat, dan kepercayaan kepada qada’ dan qadar yang telah ditentukan oleh Allah s.w.t. Hasil dari keyakinan ini, telah membawa kepada lahirnya kesedaran dan kesanggupan untuk menunaikan segala kewajipan yang telah ditetapkan oleh Allah s.w.t. dan menjauhi segala larangan dan tegahan-Nya. Oleh sebab itu, dalam era kehidupan yang penuh mencabar ini, amat wajar bagi kita memastikan akidah kita, ahli keluarga serta masyarakat Islam secara keseluruhannya tidak tergadai dalam apa jua keadaan sekalipun. Sebagai seorang Muslim yang beriman, dalam apa jua keadaan ataupun sesibuk mana sekalipun, sama ada sebagai pekerja atau pelajar, kita seharusnya tidak melupakan peranan dalam mengukuhkan akidah dalam diri kita.
Sebagai ibu bapa pula, tanggungjawab mendidik anak-anak kita mengenal Allah s.w.t. dan berusaha menanam akidah yang kukuh selain dari menitikberatkan ilmu pendidikan yang lain bermula dari peringkat awal lagi. Bahkan para ulama kita terdahulu telah meletakkan satu prinsip yang jelas bagi kita yang bermaksud: “Perkara pertama dalam mempelajari agama Islam, adalah dengan mengenal Allah terlebih dahulu”. Oleh hal yang demikian, kewajipan memantapkan dan mengukuhkan akidah Islamiah merupakan tuntutan bagi keseluruhan umat Islam, dengan mempelajari sifat-sifat Allah s.w.t yang wajib dan mengenal nama-nama Allah s.w.t. Hanya dengan akidah yang kukuh dan mantap sahaja, kita boleh menjadi umat Islam yang berjaya di dunia dan akhirat.

Tiada gunanya jika kita cemerlang dalam pendidikan atau mempunyai kerjaya yang hebat, jika kita tidak mempunyai keimanan mendalam terhadap Allah s.w.t. sehingga kita mengabaikan pula perintah atau melakukan perkara-perkara yang dilarang dan dibenci oleh Allah. Jika kita imbas kembali sejarah dakwah Rasulullah s.a.w. di peringkat permulaan Islam sewaktu beliau di Mekah al-Mukarramah, perkara asas yang dilakukan oleh baginda kepada para sahabatnya sebelum diajarkan tentang syariat-syariat Islam yang lain ialah dengan mendidik para sahabat berkenaan perkara-perkara yang bersangkutan dengan akidah dan keimanan. Perkara ini berterusan sehinggalah akidah para sahabat mantap dan kukuh sehingga selepas itu mereka mudah menerima apa sahaja yang telah ditetapkan oleh Allah s.w.t. dan Rasul-Nya.
Bahkan kerana akidah jugalah, para nabi dan rasul sanggup menerima apa jua rintangan dan bebanan demi memperjuangkannya. Dari Nabi Adam a.s. hinggalah kepada Nabi Muhammad s.a.w. semuanya telah berusaha memelihara akidah umat mereka agar tidak terpesong ke jalan sesat. Penghijrahan Rasulullah s.a.w. dari Mekah ke Madinah umpamanya bertujuan untuk membentuk umat Islam yang berpegang kepada ajaran agama Islam. Akidah yang mantap diibaratkan sebagai simpulan iman yang ampuh, yang akan menyuntik semangat perjuangan, menyuburkan daya saing dan memupuk perpaduan di kalangan umat Islam. Ini kerana, iman yang tersimpul erat di dalam hati mendorong seseorang untuk berusaha, bekerja keras, melakukan kebajikan, membina kemajuan, menunaikan tanggungjawab, sanggup berkorban dan sebagainya.


Di sini amat jelas menunjukkan bahawa usaha untuk memantapkan kualiti ummah, perlulah terlebih dahulu diusahakan ke arah kemantapan keimanan yang berlandaskan kepada akidah yang benar. Ini kerana, apabila akidahnya mantap sudah pasti keimanan seseorang itu lebih kukuh dan terjamin. Manakala tabiat tidak menitikberatkan akidah, akan menyebabkan manusia berada dalam keadaan iman yang rapuh dan terdedah pula kepada kelekaan untuk tidak melakukan segala perintah dan mengabaikan segala larangan Allah s.w.t. Bahkan yang paling dibimbangi oleh kita ialah kerapuhan iman dan kecetekan akidah umat Islam boleh mendorong dan membawa kepada gejala murtad dan terjerumus dalam ajaran sesat seperti yang banyak berlaku akhir-akhir ini. Umat Islam sepatutnya berbangga dengan status yang dianugerahkan oleh Allah s.w.t. sebagai ‘khaira ummat’ atau umat terbaik dan cemerlang. Namun demikian, status itu tidak akan bermakna dan tidak akan sekali-kali dapat dicapai oleh umat Islam tanpa mengukuhkan akidah mereka. Ini kerana, akidah merupakan nadi dan nyawa bagi umat Islam dan tidak ada tolak ansur dalam perihal akidah.
Sebagai umat Islam yang inginkan kesejahteraan hidup di dunia dan keselamatan di akhirat, kita hendaklah menjadi masyarakat Islam yang memelihara dan menegakkan akidah dan syariat Islam. Bagi memelihara dan memperkukuhkan akidah pula ia hendaklah dibina atas dasar iman yang kukuh, dibajai dengan ilmu dan amal serta dipelihara dari dicemari oleh sebarang serangan anasir dan gejala penyelewengan dan kesesatan. Mudah-mudahan dengan pengukuhan akidah dalam diri kita dan juga masyarakat secara umumnya, akan dapat membantu kita mewujudkan masyarakat Islam yang bertakwa serta beramal soleh. Seterusnya dengan kemantapan akidah ini akan menjadikan kita menjadi masyarakat Islam yang cemerlang yang mampu hidup di dalam arus pemodenan ini.

Penutup
Sebab itu pentingnya kita mempelajari dan mengukuhkan akidah kita sejak awal lagi bagi mengelakkan kita terpesong dari ajaran Islam yang sebenar. Aqidah adalah pokok pangkal bagi amalan umat Islam untuk diterima Allah, jika akidah rosak bagaimana amalan kita hendak diterima oleh Allah? Setiap muslim hendaklah menjaga akidahnya sehingga ia menghembuskan nafasnya yang terakhir. Setiap hari kita berdoa supaya kita dimatikan dengan husnul khatimah (sebaik-baik penghabisan). Ia mestilah menjaga akidahnya dari menyeleweng dan rosak sama ada melalui percakapannya, perbuatannya dan iktiqadnya. Rosaknya akidah dinamakan riddah yang dita’rifkan oleh ulama’ seperti berikut : ” Riddah ertinya berbalik menjadi kafir setelah beragama Islam dan orang yang melakukan yang demikian dinamakan murtad. “Riddah ialah seburuk-buruk dan sekeji-keji jenis kufur. Akidah sangat penting dalam kehidupan manusia kerana akidah dikira sebagai asas Islam dan sebagai asas Islam dan sebagai penentu atau pendorong. Jika di Morocco, hampir 2000 keluarga sedang dalam proses keluar dari Islam dan Malaysia juga seperti itu, maka kita hendaklah meneguhkan akidah kita kerana cabaran amat kuat pada zaman globalisasi ini.





Rujukan
Abdul Aziz Bin Muhammad dan AluAbd. Lathif, 1424 H. Tauhid. Direktorat Percetakan dan Riset Ilmiah Departemen Saudia Arabia.
Ab.Latif B. Muda dan Rosmawati Ali, !998. Pengantar Ilmu Tauhid. Pustaka Salam. Kuala Lumpur.
Haron Din, 2002. Manusia dan Islam. Dewan Bahasa dan Pustaka.
Muhammad Abu Zahrah, 1989. Akidah Islam (menurut Al-Quran Al-Karim). Pustaka Nasional PTE LTD, Singapura.
Muhammad Al Zuhaili, 2009. Kesan Eksrtimis terhadap Islam. Darul Nu’man, Kuala Lumpur.
Mustafa Haji Daud, 1996. Akidah Mukmin. Bahagian Hal Ehwal Islam Jabatan Perdana Menteri.
Sayid Sabiq, 2003. Akidah Islam. Pustaka Jiwa Sdn. Bhd.
Yusuf Al-Qardawi,1998. Dimana punca kelemahan umat Islam masa kini. Al-Hidayah Publishers, Kuala Lumpur.
Zakaria Stapa dan Mohamed Asin Dollah, 1998. Islam Akidah dan Kerohanian. Universiti Kebangsaan Malaysia.
Rujukan Internet:
http://aqidah-wa-manhaj.blogspot.com/2007/11/019-beriman-kepada-malaikat.html
http://alislamu.com/index.php?option=com_content&task=view&id=54&Itemid=4
http://fcep.uii.ac.id/index.php?option=com_content&task=view&id=27&Itemid=44
http://www.tranungkite.net/lama/b11/khutbah018.htm
http://aqidah-wa-manhaj.blogspot.com/2007/11/019-beriman-kepada-malaikat.html
http://alislamu.com/index.php?option=com_content&task=view&id=54&Itemid=4
http://hbis.wordpress.com/2007/12/10/iman-kepada-qadha-dan-qadar/
http://www.bicaramuslim.com/bicara7/viewtopic.php?f=21&t=5440
http://virtualfriends.net/article/articleview.cfm?AID=24242
http://hafizhandasah.blogspot.com/2008/06/kepentingan-menjaga-aqidah.html
http://rajawalibiru.wordpress.com/2008/05/05/kewajipan-menjaga-akidah-dan-memelihara-akhlak/

Sunday, November 15, 2009


Tetap akidah, muhasabah benteng harungi hidup
Oleh Hashim Ahmad
UNTUK berdepan cabaran hidup, kita perlu memiliki pegangan dan amalan iaitu istiqamah, istiqarah dan istighfar. Istiqamah dapat ditakrifkan sebagai: “kukuh dalam akidah dan konsisten dalam beribadah”. Pentingnya istiqamah ini dapat dilihat daripada sabda Nabi SAW yang bermaksud, dari Abi Sufyan bin Abdullah berkata, “ Aku telah berkata, ‘Wahai Rasulullah, katakanlah kepadaku pesan dalam Islam sehingga aku tidak perlu bertanya kepada orang lain selain engkau’. Nabi menjawab: “Katakanlah aku telah beriman kepada Allah kemudian beristiqamahlah’.” (Hadis Riwayat Muslim). Orang yang istiqamah selalu kukuh dalam akidah dan tidak goyang keimanan dalam menghadapi hidupnya. Walaupun ia dihadapkan dengan persoalan hidup, ibadatnya tidak ikut surut. Ia tetap memperhatikan haram halal walaupun sakunya kering atau tebal. Sujud pantang berhenti, sekalipun dicaci dipuji. Ia hidup dalam kenikmatan, namun tidak tergoda melakukan maksiat.
Orang seperti ini dipuji Allah SWT melalui firman yang bermaksud: “Sesungguhnya orang yang mengatakan: ‘Tuhan kami ialah Allah’ kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): ‘Janganlah kamu rasa takut, dan janganlah kamu rasa sedih, dan bergembiralah dengan syurga yang dijanjikan Allah kepadamu’” ( Fusshilat: 30) .Istiqarah pula dapat didefinisikan sebagai, selalu mohon petunjuk Allah SWT dalam setiap langkah dan penuh pertimbangan dalam setiap keputusan. Setiap orang mempunyai kebebasan untuk berbicara dan melakukan suatu perbuatan. Namun, menurut Islam, tidak ada kebebasan tanpa batas, dan batas itu adalah aturan agama. Maka seorang Muslim yang benar, selalu berfikir berkali-kali sebelum melakukan tindakan atau mengucapkan sebuah ucapan serta ia selalu mohon petunjuk kepada Allah SWT.
Nabi SAW bersabda, “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari Akhirat, maka berkatalah yang baik atau diamlah. (Hadis Al-Bukhari dan Muslim). Orang bijak selalu berkata, berfikirlah hari ini dan berbicaralah esok hari. Kalau ucapan itu tidak baik apalagi sampai menyakitkan orang lain, maka tahanlah, jangan diucapkan, sekalipun menahan ucapan itu terasa sakit. Tapi kalau ucapan itu benar dan baik maka katakanlah, jangan ditahan sebab lidah kita menjadi lemas untuk meneriakkan kebenaran dan keadilan serta menegakkan amal makruf nahi mungkar.

Mengenai kebebasan ini, malaikat Jibril pernah datang kepada Muhammad SAW untuk memberikan rambu-rambu kehidupan. Baginda bersabda yang bermaksud, “Jibril datang kepadaku dan berkata: ‘Hai Muhammad hiduplah sesukamu, tapi sesungguhnya engkau suatu saat akan mati. Cintailah apa yang engkau sukai tapi engkau suatu saat pasti berpisah juga dan lakukanlah apa yang engkau inginkan, sesungguhnya semua itu ada balasannya,’” (Hadis Baihaqi dari Jabir). Sabda Nabi SAW ini semakin penting untuk diresapi ketika akhir-akhir ini dengan dalih kebebasan. Banyak orang berbicara tanpa logik dan data yang benar dan bertindak sesuka hati tanpa mengendahkan etika agama. Kita memasyarakatkan istiqarah dalam segala langkah kita, agar kita benar-benar bertindak secara benar dan tidak menimbulkan kekecewaan pada kemudian hari.


Nabi Muhammad SAW bersabda yang bermaksud: “Tidak akan rugi orang yang beristiqarah, tidak akan kecewa orang yang bermusyawarah dan tidak akan miskin orang yang hidupnya hemat. (Hadis Thabrani dari Anas).l Istighfar pula dapat diertikan sebagai bermuhasabah diri dan mohon ampun kepada Allah SWT. Setiap orang pernah melakukan kesalahan, sama ada kesalahan individu atau kesalahan sebagai sebuah bangsa. Setiap kesalahan dan dosa itu sebenarnya penyakit yang merosak kehidupan kita, ia harus diubati. Banyak persoalan besar yang kita hadapi akhir-akhir ini adalah akibat kesalahan kita sendiri. Muhasabah diri dan pohonlah keampunan kepada Allah SWT. Buatlah pembetulan untuk masa depan yang lebih cerah dengan penuh keredaan Allah SWT. Dalam persoalan ekonomi, jika rezeki Allah SWT tidak sampai kepada kita disebabkan kita malas, maka yang perlu diubati adalah sifat malas itu. Kita tidak boleh menjadi umat pemalas. Malas adalah sebahagian musuh kita.

Namun, ada kalanya kehidupan sosial ekonomi sebuah bangsa yang mengalami kesulitan. Kesulitan itu disebabkan dosa masa lalu yang bertompok dan belum bertaubat darinya. Jika itu penyebabnya, maka satu-satunya ubat adalah beristighfar dan bertaubat. Firman Allah SWT yang mengisahkan seruan Nabi Hud kepada kaumnya yang bermaksud, “Dan (Hud) berkata, hai kaumku, mohonlah ampun kepada tuhanmu lalu bertaubatlah kepada-Nya, nescaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa” (Hud: 52).

Monday, November 9, 2009

Setiap Muslim hendaklah menguatkan azam untuk menjejakkan kaki ke Tanah Suci


Setiap Muslim hendaklah menguatkan azam untuk menjejakkan kaki ke Tanah Suci

MEMANDANGKAN ibadat haji adalah wajib bagi setiap Muslim, apabila sudah ada kemampuan iaitu perbelanjaan cukup, tubuh badan sihat, tiada sebarang gangguan dalam perjalanan yang perlu dibimbangi, ilmu cukup di dada, maka hendaklah segera menunaikannya tanpa berlengah-lengah lagi. Pesan Rasulullah SAW bermaksud, "Sesiapa yang mempunyai bekalan dan kenderaan yang boleh menyampaikannya ke Baitullah, tetapi dia masih tidak menunaikan haji (dengan ketiadaan uzur syarie sehingga dia meninggal dunia) maka tiada halangan baginya mati sebagai seorang Yahudi atau Nasrani." � (Hadis At-Tirmizi dan Al-Baihaqi) .

Walaupun begitu, masih ada juga segelintir masyarakat Islam yang sudah ada kemampuan namun enggan menunaikan haji. Mereka beralasan 'belum sampai seru', umur masih terlalu muda, banyak urusan bersifat duniawi yang perlu diselesaikan seperti perniagaan, penternakan dan sebagainya. Alasan mereka sebenarnya sangat mengelirukan. Pada hal manusia tidak sedikitpun diberi pengetahuan mengenai apakah yang akan berlaku pada masa akan datang, mungkin dirinya jatuh sakit, boleh jadi akan mengalami kekurangan harta atau tidak mustahil meninggal dunia sehingga terhalang daripada menunaikan ibadat haji.

Rasulullah SAW memberi peringatan agar tidak bertangguh jika ada kesempatan untuk melakukan kebajikan. Daripada ibnu Umar katanya, Rasulullah SAW menepuk bahuku serta bersabda: "Hendaklah engkau jadi di dunia ini seolah-olah berdagang di negeri orang atau sebagai orang yang melintasi jalan". Ibnu Umar berkata: "Jika kamu berada di waktu petang janganlah kamu tangguh ke waktu pagi dan jika kamu berada di waktu pagi janganlah kamu tangguh ke waktu petang. Rebutlah kesempatan sewaktu kamu sihat sebagai persediaan waktu engkau sakit dan ketika engkau masih hidup sebagai bekalan ketika engkau mati." � (Hadis Bukhari)
Sesungguhnya ibadat haji memerlukan kekuatan fizikal, mental dan material. Orang yang ingin mengerjakan haji perlu mempersiapkan diri menghadapi pelbagai kemungkinan dan ujian. Lantaran sekiranya tiada keazaman tinggi dan iman kental, mengakibatkan seseorang mudah kecewa, putus asa dan menganggap ibadat haji sukar dilaksanakan.

Seharusnya jiwa padat dengan kesabaran yang kuat, reda dengan ketentuan Allah di samping senantiasa berdoa kepada-Nya agar haji dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan memperoleh haji mabrur dan ganjarannya sangat besar sebagaimana sabda junjungan besar Nabi SAW bermaksud: "Haji yang mabrur itu tidak ada ganjarannya melainkan syurga." � (Hadis Bukhari)

Sesungguhnya ibadat haji memerlukan kekuatan fizikal, mental dan material. Orang yang ingin mengerjakan haji perlu mempersiapkan diri untuk menghadapi pelbagai kemungkinan dan ujian. Lantaran sekiranya tiada keazaman tinggi dan iman kental, menyebabkan seseorang mudah kecewa, putus asa dan menganggap ibadat haji sukar dilaksanakan.
Kunjungan ke Baitullah akan mendapat pelbagai manfaat bagi muslimin sebagaimana dijelaskan Allah: "Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka". � (Surah al-Hajj: 28)

Antara manfaatnya ialah menunjukkan kecintaan dan ketaatan tidak berbelah bagi, mengabdikan diri ikhlas semata-mata kepada Allah, mengikrarkan tauhid bersama-sama, menyuburkan keimanan dan ketakwaan.

Hal ini terjelma melalui lafaz doa, zikir, takbir, tahmid dengan keras sehingga didengar oleh orang yang dekat atau jauh, menjiwai maknanya, merealisasikan dalam setiap amalan sehari-hari.

Dalam perhimpunan besar umat Islam di tanah suci, tidak ada lagi timbul perbezaan taraf, bangsa dan budaya. Semuanya sama di sisi Allah sebagai hamba-Nya seperti bentuk dan warna pakaian ihram yang dipakai oleh setiap yang mengerjakan haji.

Di samping itu, muslimin boleh saling kenal-mengenal, berwasiat, nasihat-menasihati atas dasar kebenaran, bantu membantu, membimbing tata cara mengerjakan haji, berdakwah dan sebagainya. Ini semua manfaat diperoleh melalui ibadat haji.

Demi mencari keredaan dan kebenaran serta keselamatan di dunia dan di akhirat, setiap Muslim hendaklah menguatkan azam agar suatu hari nanti dapat menjejakkan kaki ke Tanah Suci bagi menyempurnakan Rukun Islam Kelima, dengan giat bekerja mengumpul harta secara halal dan selalu berdoa kepada-Nya.